Thumb
  • Telepon: 0852-6220-9285
  • Email: [email protected]
  • Cari
Logo
  • Home
  • Tentang Kami
    • Visi, Misi, dan Tujuan
    • Pimpinan Program Studi
    • Struktur Organisasi
    • Tracer Study Alumni
  • Gallery
    • Gallery Foto
    • Gallery Video
  • Akademik
    • Kurikulum
    • Rencana Pembelajaran Semester (RPS)
    • Program Learning Outcome
    • Jadwal Kuliah
    • Jadwal Ujian
    • Kalender Akademik
    • Pedoman Akademik
  • Informasi
    • Berita
    • Agenda
    • Pengumuman
    • Download
  • Dosen & Staff
  • Publikasi

Keresahan Atas Kemacetan di Pasar Baru dan Harapan Penataannya

  • Home
  • Informasi
  • Berita
  • Detail
Thumb
  • 11 November 2025
  • Mahasiswa

Keresahan Atas Kemacetan di Pasar Baru dan Harapan Penataannya

“Keresahan Atas Kemacetan di Pasar Baru dan Harapan Penataannya”

Kemacetan merupakan salah satu permasalahan klasik yang terus berulang di banyak daerah, terutama di kawasan pasar tradisional. Secara ideal, pasar adalah ruang interaksi ekonomi yang tertata dengan baik, memiliki jalur lalu lintas yang teratur, dan memberikan kenyamanan bagi pedagang maupun pembeli. Dalam teori tata ruang kota, pasar seharusnya menjadi pusat aktivitas yang diatur berdasarkan zonasi, yaitu pemisahan area dagang, parkir, serta akses transportasi. Namun dalam kenyataan, seringkali prinsip ideal tersebut hanya menjadi tulisan indah di atas dokumen kebijakan, sementara implementasinya jauh dari harapan.

Dalam perspektif sosiologi perkotaan, kemacetan bukan hanya soal terlalu banyak kendaraan, tetapi juga persoalan perilaku, kebiasaan, dan sistem sosial di dalam masyarakat. Di banyak tempat, termasuk Pasar Baru yang sedang menjadi perhatian saat ini, pasar bukan sekadar lokasi transaksi, tetapi ruang sosial tempat masyarakat berinteraksi, berbagi informasi, bahkan bersosialisasi. Hal inilah yang membuat pola mobilitas di kawasan pasar menjadi kompleks. Jika tata kelola ruang tidak direncanakan dengan baik, maka penumpukan aktivitas akan memunculkan kemacetan.

Jika kita melihat kondisi di Pasar Baru yang sedang ramai diperbincangkan, persoalan kemacetan tampak sangat nyata. Jalan yang seharusnya digunakan sebagai akses kendaraan, justru dipenuhi pedagang kaki lima yang membuka lapak di pinggir, bahkan di tengah jalan. Hal ini diperburuk dengan perilaku pembeli yang memarkir kendaraan sembarangan demi lebih dekat ke lokasi jual beli. Tidak adanya titik parkir yang memadai menjadikan badan jalan berubah menjadi tempat berhenti kendaraan. Akibatnya, arus keluar masuk menjadi terhambat. Kondisi ini menggambarkan lemahnya penataan, tetapi juga tingginya kebutuhan ekonomi masyarakat kecil yang memanfaatkan ruang publik sebagai tempat mencari nafkah.

Selain itu, tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan pasar baru selalu membawa antusiasme besar. Banyak pedagang baru yang ingin mencoba peruntungan, sehingga jumlah lapak meningkat melebihi kapasitas ruang yang tersedia. Pemerintah sebenarnya telah menyediakan ruang kios dan los yang teratur, namun tidak semua pedagang mampu menyewa atau mereka merasa lebih strategis berdagang di pinggir jalan. Pada titik ini, terlihat bahwa kebijakan penataan ruang belum menyentuh aspek sosial dan ekonomi pedagang kecil. Menggeser mereka tanpa solusi alternatif hanya akan memindahkan masalah ke tempat lain.

Kemacetan di sekitar Pasar Baru tidak hanya berdampak pada lambannya pergerakan kendaraan, tetapi juga mempengaruhi ekonomi dan kenyamanan masyarakat luas. Warga yang hanya sekadar ingin melintas menjadi terganggu, aktivitas distribusi barang menjadi tidak efisien, bahkan potensi konflik sosial antara pedagang, pembeli, dan pengguna jalan bisa terjadi. Dengan kata lain, kemacetan ini bukan masalah kecil, tetapi masalah yang memengaruhi stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat.

Untuk mengatasi situasi ini, pemerintah memegang peran paling strategis. Pemerintah perlu membuat kebijakan penataan pasar yang tidak hanya berorientasi pada penertiban, tetapi juga pemberdayaan. Relokasi pedagang harus dibarengi dengan penyediaan ruang alternatif yang benar-benar layak dan memiliki nilai strategis perdagangan. Selain itu, perlu adanya pengaturan kembali jalur masuk dan keluar pasar, termasuk penegakan aturan parkir. Pemerintah juga harus berani melakukan dialog partisipatif, bukan sekadar tindakan represif yang pada akhirnya memicu penolakan masyarakat.

Dari sisi swasta, khususnya pihak pengelola parkir dan pemilik lahan sekitar pasar, perlu adanya kerja sama dalam menyediakan area parkir terpusat. Kemitraan pemerintah-swasta (Public Private Partnership/PPP) dapat menjadi solusi, misalnya dengan membangun gedung parkir bertingkat yang terjangkau. Selain membantu mengatasi kemacetan, hal ini juga memberikan peluang ekonomi bagi pihak swasta tanpa merugikan pedagang kecil dan masyarakat.

Sementara itu, Masyarakat baik pedagang maupun pembeli harus turut berperan aktif. Pedagang perlu memahami bahwa keteraturan adalah bagian dari keberlangsungan pasar. Jika pasar terus macet dan semrawut, pembeli juga akan malas datang, sehingga merugikan pedagang sendiri. Pembeli pun harus membiasakan diri memarkir kendaraan pada tempat yang disediakan, meskipun harus berjalan sedikit lebih jauh. Kesadaran kolektif untuk tertib ruang adalah kunci keberhasilan penataan pasar. Tanpa kesadaran bersama, kebijakan apa pun hanya akan menjadi tulisan tanpa realisasi.

Pada akhirnya, kemacetan di Pasar Baru adalah potret kecil dari persoalan tata ruang dan sosial ekonomi kita. Pasar seharusnya menjadi ruang yang hidup, teratur, dan mendukung keberlangsungan ekonomi rakyat. Namun untuk mewujudkan itu, kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sangatlah penting. Bukan sekadar menyalahkan atau menertibkan, tetapi membangun solusi nyata yang berpihak pada semua pihak. Mungkin prosesnya tidak instan, tetapi perubahan yang bertahap dengan komitmen bersama akan jauh lebih bermakna daripada sekadar kebijakan sesaat.

 

Share To :

Sistem Informasi

Berita Terbaru

  • Thumb
    Keresahan Masyarakat Karena Kelangkaan Pertalite
    11 November 2025
  • Thumb
    Keresahan Atas Kemacetan di Pasar Baru dan Harapan Penataannya
    11 November 2025
  • Thumb
    Kepemimpinan Yang Egois Dalam Organisasi
    11 November 2025
  • Thumb
    Opini Keresahan Tentang Orang Yang Merokok Sembarangan
    11 November 2025
  • Thumb
    2025 Udah Nggak Zaman Body Shaming
    11 November 2025

Agenda Terbaru

Kategori Berita

  • Kampus
  • Dikti
  • Jurnal
  • Kegiatan Prodi KPI
  • Askopis
  • Mahasiswa
  • Home
  • Informasi
  • Berita

Keresahan Atas Kemacetan di Pasar Baru dan Harapan Penataannya

Kategori : Mahasiswa
Tanggal : 11 November 2025
Dibaca : 10 Kali

“Keresahan Atas Kemacetan di Pasar Baru dan Harapan Penataannya”

Kemacetan merupakan salah satu permasalahan klasik yang terus berulang di banyak daerah, terutama di kawasan pasar tradisional. Secara ideal, pasar adalah ruang interaksi ekonomi yang tertata dengan baik, memiliki jalur lalu lintas yang teratur, dan memberikan kenyamanan bagi pedagang maupun pembeli. Dalam teori tata ruang kota, pasar seharusnya menjadi pusat aktivitas yang diatur berdasarkan zonasi, yaitu pemisahan area dagang, parkir, serta akses transportasi. Namun dalam kenyataan, seringkali prinsip ideal tersebut hanya menjadi tulisan indah di atas dokumen kebijakan, sementara implementasinya jauh dari harapan.

Dalam perspektif sosiologi perkotaan, kemacetan bukan hanya soal terlalu banyak kendaraan, tetapi juga persoalan perilaku, kebiasaan, dan sistem sosial di dalam masyarakat. Di banyak tempat, termasuk Pasar Baru yang sedang menjadi perhatian saat ini, pasar bukan sekadar lokasi transaksi, tetapi ruang sosial tempat masyarakat berinteraksi, berbagi informasi, bahkan bersosialisasi. Hal inilah yang membuat pola mobilitas di kawasan pasar menjadi kompleks. Jika tata kelola ruang tidak direncanakan dengan baik, maka penumpukan aktivitas akan memunculkan kemacetan.

Jika kita melihat kondisi di Pasar Baru yang sedang ramai diperbincangkan, persoalan kemacetan tampak sangat nyata. Jalan yang seharusnya digunakan sebagai akses kendaraan, justru dipenuhi pedagang kaki lima yang membuka lapak di pinggir, bahkan di tengah jalan. Hal ini diperburuk dengan perilaku pembeli yang memarkir kendaraan sembarangan demi lebih dekat ke lokasi jual beli. Tidak adanya titik parkir yang memadai menjadikan badan jalan berubah menjadi tempat berhenti kendaraan. Akibatnya, arus keluar masuk menjadi terhambat. Kondisi ini menggambarkan lemahnya penataan, tetapi juga tingginya kebutuhan ekonomi masyarakat kecil yang memanfaatkan ruang publik sebagai tempat mencari nafkah.

Selain itu, tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan pasar baru selalu membawa antusiasme besar. Banyak pedagang baru yang ingin mencoba peruntungan, sehingga jumlah lapak meningkat melebihi kapasitas ruang yang tersedia. Pemerintah sebenarnya telah menyediakan ruang kios dan los yang teratur, namun tidak semua pedagang mampu menyewa atau mereka merasa lebih strategis berdagang di pinggir jalan. Pada titik ini, terlihat bahwa kebijakan penataan ruang belum menyentuh aspek sosial dan ekonomi pedagang kecil. Menggeser mereka tanpa solusi alternatif hanya akan memindahkan masalah ke tempat lain.

Kemacetan di sekitar Pasar Baru tidak hanya berdampak pada lambannya pergerakan kendaraan, tetapi juga mempengaruhi ekonomi dan kenyamanan masyarakat luas. Warga yang hanya sekadar ingin melintas menjadi terganggu, aktivitas distribusi barang menjadi tidak efisien, bahkan potensi konflik sosial antara pedagang, pembeli, dan pengguna jalan bisa terjadi. Dengan kata lain, kemacetan ini bukan masalah kecil, tetapi masalah yang memengaruhi stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat.

Untuk mengatasi situasi ini, pemerintah memegang peran paling strategis. Pemerintah perlu membuat kebijakan penataan pasar yang tidak hanya berorientasi pada penertiban, tetapi juga pemberdayaan. Relokasi pedagang harus dibarengi dengan penyediaan ruang alternatif yang benar-benar layak dan memiliki nilai strategis perdagangan. Selain itu, perlu adanya pengaturan kembali jalur masuk dan keluar pasar, termasuk penegakan aturan parkir. Pemerintah juga harus berani melakukan dialog partisipatif, bukan sekadar tindakan represif yang pada akhirnya memicu penolakan masyarakat.

Dari sisi swasta, khususnya pihak pengelola parkir dan pemilik lahan sekitar pasar, perlu adanya kerja sama dalam menyediakan area parkir terpusat. Kemitraan pemerintah-swasta (Public Private Partnership/PPP) dapat menjadi solusi, misalnya dengan membangun gedung parkir bertingkat yang terjangkau. Selain membantu mengatasi kemacetan, hal ini juga memberikan peluang ekonomi bagi pihak swasta tanpa merugikan pedagang kecil dan masyarakat.

Sementara itu, Masyarakat baik pedagang maupun pembeli harus turut berperan aktif. Pedagang perlu memahami bahwa keteraturan adalah bagian dari keberlangsungan pasar. Jika pasar terus macet dan semrawut, pembeli juga akan malas datang, sehingga merugikan pedagang sendiri. Pembeli pun harus membiasakan diri memarkir kendaraan pada tempat yang disediakan, meskipun harus berjalan sedikit lebih jauh. Kesadaran kolektif untuk tertib ruang adalah kunci keberhasilan penataan pasar. Tanpa kesadaran bersama, kebijakan apa pun hanya akan menjadi tulisan tanpa realisasi.

Pada akhirnya, kemacetan di Pasar Baru adalah potret kecil dari persoalan tata ruang dan sosial ekonomi kita. Pasar seharusnya menjadi ruang yang hidup, teratur, dan mendukung keberlangsungan ekonomi rakyat. Namun untuk mewujudkan itu, kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sangatlah penting. Bukan sekadar menyalahkan atau menertibkan, tetapi membangun solusi nyata yang berpihak pada semua pihak. Mungkin prosesnya tidak instan, tetapi perubahan yang bertahap dengan komitmen bersama akan jauh lebih bermakna daripada sekadar kebijakan sesaat.

 

Sistem Informasi

Berita Terbaru

  • Thumb
    Keresahan Masyarakat Karena Kelangkaan Pertalite
    11 November 2025
  • Thumb
    Keresahan Atas Kemacetan di Pasar Baru dan Harapan Penataannya
    11 November 2025
  • Thumb
    Kepemimpinan Yang Egois Dalam Organisasi
    11 November 2025
  • Thumb
    Opini Keresahan Tentang Orang Yang Merokok Sembarangan
    11 November 2025
  • Thumb
    2025 Udah Nggak Zaman Body Shaming
    11 November 2025

Agenda Terbaru

Kategori Berita

  • Kampus
  • Dikti
  • Jurnal
  • Kegiatan Prodi KPI
  • Askopis
  • Mahasiswa

© 2021 KPI STAIN MADINA