Menggali Warisan Melayu, Mahasiswa KPI STAIN Madina Dalami Sejarah di Istana Maimun
- Kategori : Kegiatan Prodi KPI
- Dibaca : 20 Kali
Medan, 18 April 2025 — Di balik kemegahan arsitektur berwarna kuning keemasan yang menjadi ciri khas Kota Medan, berdirilah Istana Maimun—ikon budaya Melayu Deli yang kini menjadi lebih dari sekadar destinasi wisata. Bagi para mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) STAIN Mandailing Natal, istana ini menjadi ruang belajar terbuka yang menyimpan pelajaran berharga tentang sejarah, peradaban, dan identitas budaya Islam di tanah Sumatera.
Sebagai bagian dari kegiatan study tour ke Kota Medan, sebanyak 19 mahasiswa dari semester 2, 4, dan 6 meluangkan waktu untuk mengunjungi Istana Maimun. Kunjungan ini merupakan rangkaian dari pendekatan pembelajaran kontekstual yang diusung oleh Prodi KPI STAIN Madina, di mana mahasiswa tidak hanya belajar teori dalam ruang kelas, tetapi juga menyerap pengetahuan dari ruang-ruang sejarah yang hidup. Di Istana Maimun, mereka menyelami kembali jejak kejayaan Kesultanan Deli, memahami warisan Islam Melayu, serta merenungkan pentingnya pelestarian budaya dalam dakwah dan komunikasi massa.
Antusiasme mahasiswa begitu terasa sejak memasuki pelataran istana. Mereka diajak menyusuri ruang-ruang utama, mulai dari balai pertemuan, singgasana Sultan, hingga area pameran peninggalan kerajaan. Dalam setiap sudutnya, mahasiswa menemukan simbol-simbol budaya dan agama yang berpadu harmonis, mulai dari ornamen kaligrafi Arab, lukisan bergaya Eropa, hingga motif khas Melayu yang sarat makna. Perpaduan arsitektur Islam, Eropa, dan India yang melekat pada bangunan ini menjadi pelajaran visual tentang keterbukaan budaya di masa lalu.
“Belajar sejarah di lokasi seperti ini membuat saya merasa lebih dekat dengan masa lalu. Saya bisa merasakan atmosfernya, membayangkan bagaimana para Sultan berdakwah dan memimpin masyarakat dengan nilai-nilai Islam yang melekat dalam budaya,” tutur Arsy, mahasiswi semester dua yang terkesan dengan pengalaman tersebut.
Tak hanya mengamati, para mahasiswa juga aktif berdiskusi dengan pengelola situs sejarah yang menjelaskan berbagai koleksi penting di istana, seperti pakaian adat kerajaan, senjata tradisional, dokumen surat-menyurat kerajaan, hingga kisah para Sultan yang berperan besar dalam menyebarkan Islam di wilayah Deli. Diskusi tersebut menjadi jembatan penting bagi mahasiswa untuk mengaitkan konteks sejarah dengan peran mereka sebagai calon komunikator Muslim masa kini.
Ahmad Salman Farid, M.Sos., dosen pendamping dalam kegiatan ini, menjelaskan bahwa kunjungan ke Istana Maimun merupakan bagian dari pembelajaran sejarah dakwah dan budaya lokal. “Mahasiswa perlu memahami bagaimana Islam berdialog dengan budaya. Di Kesultanan Deli, kita melihat bagaimana dakwah tidak bersifat frontal, tetapi melebur melalui bahasa, seni, dan simbol. Ini adalah pelajaran penting bagi mahasiswa KPI agar mereka mampu menyampaikan pesan Islam secara kontekstual dan menghargai budaya tempat mereka berdakwah,” ujarnya.
Ketua Program Studi KPI, Dr. Marlina, MA., menyambut baik antusiasme mahasiswa dalam kegiatan ini. Menurutnya, pengalaman belajar langsung di situs sejarah mampu memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap akar budaya Islam di Indonesia. “Kami ingin membentuk lulusan yang tidak hanya mahir bicara di depan kamera, tetapi juga memiliki kedalaman sejarah, kepekaan budaya, dan integritas moral. Dari kunjungan seperti inilah nilai-nilai itu bisa dipupuk,” ungkapnya dengan penuh keyakinan.
Kegiatan ini juga menjadi momen reflektif bagi mahasiswa untuk mengenali pentingnya narasi sejarah dalam membentuk identitas. Di tengah tantangan globalisasi dan arus informasi yang deras, mereka ditantang untuk merancang ulang strategi dakwah yang tidak tercerabut dari akar tradisi lokal. Beberapa mahasiswa bahkan menyampaikan ide untuk membuat konten dakwah berbasis sejarah lokal dalam bentuk video dokumenter, podcast, atau media interaktif yang bisa menjangkau generasi muda secara kreatif.
Dengan kunjungan ini, mahasiswa KPI STAIN Madina tidak hanya menapak tilas kejayaan masa lalu, tetapi juga menyerap nilai-nilai yang bisa mereka bawa ke masa depan sebagai komunikator Muslim yang berwawasan budaya dan sejarah. Istana Maimun pun tak lagi sekadar bangunan megah di jantung Medan, melainkan ruang belajar terbuka yang penuh inspirasi.
Di akhir kunjungan, para mahasiswa tampak tak hanya membawa pulang catatan dan dokumentasi, tetapi juga semangat baru untuk menjadikan sejarah sebagai sumber kekuatan dalam menyampaikan pesan kebaikan. Sebuah pengalaman yang akan terus hidup dalam ingatan mereka, sebagai bekal untuk membangun narasi dakwah yang cerdas, santun, dan berakar kuat pada nilai-nilai budaya bangsa.